Jalan-jalan ke Sangiang
14.22
Halo! akhirnya bisa ngepost artikel jalan-jalan lagi setelah sekian lama. Awalnya saya tidak ada kepikiran sama sekali untuk jalan-jalan, karena sedang sibuk-sibuknya tugas dan UAS. Namun secara mengejutkan H-seminggu saya diajak ke pulau Sangiang di selat sunda dengan beberapa orang teman kantor dan perkumpulan alumni UI. Saya agak ragu mendapat tawaran tersebut, karena jadwal yang direncanakan adalah berangkat hari jum'at hingga minggu sore, yang mana seninnya saya ada jadwal UAS. Sayangnya UAS tidak dapat menyurutkan semangat saya untuk berwisata! Dengan hanya membayar IDR 300rb setiap orang, kami sudah dapat menikmati segala fasilitas di pulau sangiang ala backpacker. Ngga percaya? yuk simak dulu.
Pulau Sangiang yang berada di selat sunda, merupakan sebuah pulau kecil yang ukurannya lebih besar dari pulau seribu, namun jaraknya lebih dekat dengan jawa. Pada trip kali ini, setiap peserta diwajibkan untuk membawa matras atau sleeping bag masing-masing, alat makan, dsb. Bisa dibilang bahwa trip ini adalah trip camping, bukan jalan-jalan super cantik yang tidur nyenyak di hotel. Setelah meminjam peralatan yang tidak saya miliki, akhirnya saya berangkat menuju meeting point. Perlu diketahui, bahwa disini saya hanya mengenal 4 orang, teman kantor saya. Sedangkan 25 orang lainnya saya belum saling mengenal. Total pada perjalanan ini adalah 30 orang peserta, sehingga uang patungannya dapat diminimalisir.
Persiapan
Tim saya bertemu di sebuah rumah kos daerah fatmawati, Wisma Subud. Sebuah tempat yang unik, dikelilingi oleh komplek institut seni dan sanggar tari. Tim kami berjumlah 7 orang, dengan menggunakan mobil avanza kami pun berangkat sekitar pukul 9 malam dan tiba di cilegon sekitar pukul 11 malam. Perjalanan di hari jum'at tidak macet, meski memang potensi macet pada weekend cukup tinggi.
Sesampainya di Cilegon, kami menginap di rumah panitia, ipul, salah satu alumni UI angkatan 2010. Di acara ini banyak banget angkatan 2010 UI terutama dari teknik sipil. Kebetulan karena saya S2 Sipil UI jadi saya kenal beberapa teman-teman mereka. Satu rumah di cilegon disinggahi sekitar 15 orang. Hingga paginya sekitar pukul 7-8 kami pun berangkat menuju pelabuhan anyer. Saat keberangkatan, kami sudah mengenakkan pakaian untuk snorkeling, karena rencananya snorkeling dilakukan sebelum sampai ke pulau untuk menghemat waktu.
Naik Kapal
Pelabuhan Anyer yang kami datangi tidak begitu besar, pelabuhan ini bisa dibilang pelabuhan baru. Kami memarkirkan mobil kami di lapangan rumput, disekeliling nampak ada bangunan singgah dan toilet umum. Setelah melakukan absen dan memindahkan barang-barang ke kapal, kami pun berangkat. Nah dititik ini, sekitar pukul 9 pagi, kami baru mulai sarapan nasi uduk di kapal. Saya sendiri merasa mual saat makan pagi di kapal, memang baiknya makan dilakukan selagi di darat.
Snorkeling
Berselang sekitar 45 menit, kami pun sudah berada di sekitar Pulau Sangiang untuk bersiap snorkeling. Dengan harga 50rb, kami sudah bisa menggunakan fin, mask dan juga life jacket. Berbeda dengan snorkeling saat saya di pulau seribu, ditempat ini airnya lebih jernih dan hidung saya tidak beler selepas snorkeling hehe. Jujur saja, saya ketagihan snorkeling karena momen ini. Membuka life jacket saat snorkeling bisa dibilang adalah the best momen, karena rasanya badan lebih enteng saat menyusuri laut.
Setelah snorkeling, kami kembali ke kapal untuk segera masuk ke dermaga. Untuk masuk ke dermaga, kami harus melintas sebelum pukul 1 siang, agar kapal tidak menabrak karang akibat air laut yang surut. Proses masuk ke dermaga sangatlah cantik, karena dermaganya sendiri berada di dalam area yang tertutupi hutan bakau, semacam teluk bakau. Disekeliling, kamu bisa melihat pohon bakau dengan aneka suara binatang didalamnya, termasuk monyet. Sangat familiar dengan film-film yang ada di amazon.
Camping!
Setibanya di dermaga, kami menurunkan barang dan segera berjalan menuju lokasi camping. Jaraknya cukup jauh, sekitar 30 menit berjalan kaki. Jalan yang kami lalui pun hanyalah batuan putih, belum ada jalan aspal disana. Disekelilingnya ditumbuhi oleh ilalang tinggi. Rumah warga pun hanya ada beberapa buah di dekat dermaga bersama balai dan masjid kecil. Ketika sampai, lokasi camp kami ternyata berada di sisi barat pulau, tujuannya agar kami dapat menikmati sunset, Mantab!
Setelah sampai di lokasi, kami dibagi dua tim, yang perempuan menyiapkan makanan, dan yang pria menyiapkan tenda. Jujur saja, ini pengalaman yang baru bagi saya untuk membuat tenda. Dulu membuat tenda hanya bermodalkan kayu pramuka, sekarang sudah canggih dan tidak sulit. Makanan yang kami makan, lauknya murni dimasak sendiri oleh panitia dari jakarta, dengan lauk-lauk yang kiranya tahan lama. Beberapa lembar daun pisang pun digunakan sebagai alas untuk meminimalisir penggunaan alas makan.
Hiking!
Usai makan, kami pun sholat lalu berberes untuk segera siap-siap melanjutkan trackking menuju beberapa spot cantik di sangiang. Dengan bermodal sendal jepit, saya pun melanjutkan perjalanan. Medan yang dilalui tidak begitu sulit, namun merepotkan, karena masuk ke dalam hutan. Spot pertama yang kami datangi adalah Gua Kelelawar, berkisar 25 menit dari camp kami. Gua ini sangat eksotis dan keren! Ombak yang mengisi gua ini bisa dibilang sangat ekstrim dan berbahaya untuk manusia masuk kesana. Ohya, karena gua ini berada di tengah hutan, maka kondisinya cukup gelap dan banyak nyamuk. Untungnya saya membawa lotion anti nyamuk di tas kecil saya.
Setelah menyaksikan keindahan gua kelelawar, kami pun melanjutkan perjalanan menanjak ke bukit sangiang. Perjalanan ini tidak jauh dari gua, hanya sekitar 10 menit. Dan ketika keluar dari hutan, beeeh langsung terang benderang. Perimeter pantai pun dapat kami saksikan dari tebing ini. Setelah puas selfie-selfie, saya menyiapkan tripod untuk kami berfoto bersama di tebing. Jika kamu kemari, saya sarankan menggunakan lensa 12mm, agar lebih banyak area yang tercover. Lensa 18mm masih kurang wide sob.
ternyata spot ini bukanlah spot terakhir, masih ada lagi perjalanan panjang yang menanti kami hingga 20 menit kedepan. Sehingga kami menyaksikan sunset pada spot tersebut. Perjalanan di pinggir tebing memang menantang dan melelahkan. Bekal yang saya bawa hanyalah 1 botol aqua yang sudah habis saat berfoto bersama pada foto diatas. Sedangkan perjalanan masih cukup jauh. Hingga kami sampai di lokasi sunset, ternyata ada penduduk yang menjual es kelapa, meski demikian stoknya hanya beberapa buah dan habis dalam hitungan menit.
Menyaksikan indahnya sunset di tepi tebing sungguh pengalaman yang luar biasa, melihat berbagai elemen lanskap dijadikan dalam satu frame dengan syahdunya cahaya matahari terbenam. Sungguh kenikmatan yang hakiki.
Milki-Way!
Malam hari adalah waktu yang paling saya tunggu-tunggu. Di waktu ini saya ingin sekali dapat memotret bintang yang bertaburan di langit. Jelas sekali bahkan dengan mata telanjang kita sudah dapat melihat bintang-bintang mulai pukul 8 malam. Saya mencoba explore dari jam 8 hingga jam 10 malam untuk mendapat bintang terbanyak dan komposisi terbaik. Meski demikian, cukup sulit mencari lokasi komposisi dan titik scorpio pada pengalaman pertama.
Persiapan Pulang
Tepat sebelum kami meninggalkan pulau sangiang, teman-teman terlebih dahulu mengunjungi Taman Baca di dekat balai desa. Di tempat ini kami melakukan penyerahan kenang-kenangan berupa bantuan buku, tanaman serta alat-alat lainnya. Dari momen ini juga kami mengetahui bahwa ternyata salah satu alasan mengapa di Pulau ini belum dapat berkembang baik, adalah karena tanah sangiang masih berada didalam sengketa kepemilikan antara pemerintah dari swasta.
Tak jauh dari pulau sangiang, kami pun melakukan snorkeling terakhir sebelum pulang. Agak berbeda dengan spot sebelumnya, pada spot ini jumlah karangnya lebih banyak dan lebih dekat dengan permukaan. Namun saya melihat bahwa air lautnya agak memantulkan cahaya seperti ada minyak. Alhasil setelah snorkeling badan saya dan teman-teman terasa gatal. Entah karena bulu babi atau sebab lainnya. Hingga artikel ini ditulis, 2 hari setelahnya, saya masih agak gatal-gatal perih.
Karena kapal yang kami tumpangi memiliki bilik kamar, sehingga kami dapat berganti baju di bilik tersebut setelah snorkeling. Beberapa diantara kami ada juga yang mandi di pelabuhan ketika sampai 40 menit kemudian. Saya sendiri lebih memilih mandi dirumah, sehingga waktu menunggu saya habiskan untuk makan mie goreng di warung milik warga, itu sekitar jam 1 siang. Dan kami pun berpisah di pelabuhan dan saling pamitan untuk kembali ke rumah masing-masing.
Saya bersama tim yang berangkat dari subud melanjutkan perjalanan dan makan sebentar di warung ikan bakar di anyer. Kami baru tiba di Wisma Subud Fatmawati sekitar jam 5 sore dan sampai di bekasi kembali pukul 7 malam. Sungguh pengalaman yang menyenangkan. Selain murah dan terjangkau juga.
Sesampainya di Cilegon, kami menginap di rumah panitia, ipul, salah satu alumni UI angkatan 2010. Di acara ini banyak banget angkatan 2010 UI terutama dari teknik sipil. Kebetulan karena saya S2 Sipil UI jadi saya kenal beberapa teman-teman mereka. Satu rumah di cilegon disinggahi sekitar 15 orang. Hingga paginya sekitar pukul 7-8 kami pun berangkat menuju pelabuhan anyer. Saat keberangkatan, kami sudah mengenakkan pakaian untuk snorkeling, karena rencananya snorkeling dilakukan sebelum sampai ke pulau untuk menghemat waktu.
Naik Kapal
Pelabuhan Anyer yang kami datangi tidak begitu besar, pelabuhan ini bisa dibilang pelabuhan baru. Kami memarkirkan mobil kami di lapangan rumput, disekeliling nampak ada bangunan singgah dan toilet umum. Setelah melakukan absen dan memindahkan barang-barang ke kapal, kami pun berangkat. Nah dititik ini, sekitar pukul 9 pagi, kami baru mulai sarapan nasi uduk di kapal. Saya sendiri merasa mual saat makan pagi di kapal, memang baiknya makan dilakukan selagi di darat.
Snorkeling
Berselang sekitar 45 menit, kami pun sudah berada di sekitar Pulau Sangiang untuk bersiap snorkeling. Dengan harga 50rb, kami sudah bisa menggunakan fin, mask dan juga life jacket. Berbeda dengan snorkeling saat saya di pulau seribu, ditempat ini airnya lebih jernih dan hidung saya tidak beler selepas snorkeling hehe. Jujur saja, saya ketagihan snorkeling karena momen ini. Membuka life jacket saat snorkeling bisa dibilang adalah the best momen, karena rasanya badan lebih enteng saat menyusuri laut.
Setelah snorkeling, kami kembali ke kapal untuk segera masuk ke dermaga. Untuk masuk ke dermaga, kami harus melintas sebelum pukul 1 siang, agar kapal tidak menabrak karang akibat air laut yang surut. Proses masuk ke dermaga sangatlah cantik, karena dermaganya sendiri berada di dalam area yang tertutupi hutan bakau, semacam teluk bakau. Disekeliling, kamu bisa melihat pohon bakau dengan aneka suara binatang didalamnya, termasuk monyet. Sangat familiar dengan film-film yang ada di amazon.
Camping!
Setibanya di dermaga, kami menurunkan barang dan segera berjalan menuju lokasi camping. Jaraknya cukup jauh, sekitar 30 menit berjalan kaki. Jalan yang kami lalui pun hanyalah batuan putih, belum ada jalan aspal disana. Disekelilingnya ditumbuhi oleh ilalang tinggi. Rumah warga pun hanya ada beberapa buah di dekat dermaga bersama balai dan masjid kecil. Ketika sampai, lokasi camp kami ternyata berada di sisi barat pulau, tujuannya agar kami dapat menikmati sunset, Mantab!
Setelah sampai di lokasi, kami dibagi dua tim, yang perempuan menyiapkan makanan, dan yang pria menyiapkan tenda. Jujur saja, ini pengalaman yang baru bagi saya untuk membuat tenda. Dulu membuat tenda hanya bermodalkan kayu pramuka, sekarang sudah canggih dan tidak sulit. Makanan yang kami makan, lauknya murni dimasak sendiri oleh panitia dari jakarta, dengan lauk-lauk yang kiranya tahan lama. Beberapa lembar daun pisang pun digunakan sebagai alas untuk meminimalisir penggunaan alas makan.
Hiking!
Usai makan, kami pun sholat lalu berberes untuk segera siap-siap melanjutkan trackking menuju beberapa spot cantik di sangiang. Dengan bermodal sendal jepit, saya pun melanjutkan perjalanan. Medan yang dilalui tidak begitu sulit, namun merepotkan, karena masuk ke dalam hutan. Spot pertama yang kami datangi adalah Gua Kelelawar, berkisar 25 menit dari camp kami. Gua ini sangat eksotis dan keren! Ombak yang mengisi gua ini bisa dibilang sangat ekstrim dan berbahaya untuk manusia masuk kesana. Ohya, karena gua ini berada di tengah hutan, maka kondisinya cukup gelap dan banyak nyamuk. Untungnya saya membawa lotion anti nyamuk di tas kecil saya.
Setelah menyaksikan keindahan gua kelelawar, kami pun melanjutkan perjalanan menanjak ke bukit sangiang. Perjalanan ini tidak jauh dari gua, hanya sekitar 10 menit. Dan ketika keluar dari hutan, beeeh langsung terang benderang. Perimeter pantai pun dapat kami saksikan dari tebing ini. Setelah puas selfie-selfie, saya menyiapkan tripod untuk kami berfoto bersama di tebing. Jika kamu kemari, saya sarankan menggunakan lensa 12mm, agar lebih banyak area yang tercover. Lensa 18mm masih kurang wide sob.
ternyata spot ini bukanlah spot terakhir, masih ada lagi perjalanan panjang yang menanti kami hingga 20 menit kedepan. Sehingga kami menyaksikan sunset pada spot tersebut. Perjalanan di pinggir tebing memang menantang dan melelahkan. Bekal yang saya bawa hanyalah 1 botol aqua yang sudah habis saat berfoto bersama pada foto diatas. Sedangkan perjalanan masih cukup jauh. Hingga kami sampai di lokasi sunset, ternyata ada penduduk yang menjual es kelapa, meski demikian stoknya hanya beberapa buah dan habis dalam hitungan menit.
Menyaksikan indahnya sunset di tepi tebing sungguh pengalaman yang luar biasa, melihat berbagai elemen lanskap dijadikan dalam satu frame dengan syahdunya cahaya matahari terbenam. Sungguh kenikmatan yang hakiki.
Milki-Way!
Malam hari adalah waktu yang paling saya tunggu-tunggu. Di waktu ini saya ingin sekali dapat memotret bintang yang bertaburan di langit. Jelas sekali bahkan dengan mata telanjang kita sudah dapat melihat bintang-bintang mulai pukul 8 malam. Saya mencoba explore dari jam 8 hingga jam 10 malam untuk mendapat bintang terbanyak dan komposisi terbaik. Meski demikian, cukup sulit mencari lokasi komposisi dan titik scorpio pada pengalaman pertama.
Pada jam 10 malam, saya sambil tiduran bersama suryo dan amir di pinggi pantai beralaskan tikar sambil memandangi langit. Disitu saya diajari banyak oleh mereka mengenai rasi bintang yang sebelumnya tidak pernah saya pelajari. So excited!
Namun yang disayangkan adalah, bahwa di tempat ini ternyata tidak cukup gelap untuk mendapatkan cahaya bintang yang maksimal. Meskipun penduduk di daerah ini sangat sedikit, bahkan sangat jarang, tetap ada cahaya yang berasal dari lampu kapal nan jauh disana. Lampu kapal tersebut menggunakan cahaya yang sangat kuat berwarna hijau, kuning, merah bahkan biru. Kamu bisa menyaksikannya dari pantai. Sehingga ambiance warna yang terjadi di langit dapat bercampur-campur. Mas amir sama nina bilang, kalau di gunung bisa lebih gelap lagi untuk foto bintang akan sangat bagus.
Kegiatan Pagi
Pagi harinya saya dan aprian berkeliling sepanjang pantai barat. Saya mencoba mencari spot-spot foto, aprian mencari kelomang/siput untuk dikumpulkan. Sepanjang bibir pantai barat, tidak hanya pasir yang menghiasi namun juga karang. Pada sisi kiri akan disuguhkan karang-karang besar bebatuan, sedangkan sisi kanan pantai akan disuguhkan karang-karang rendah yang sejajar pasir pantai. Sayangnya memang disini cukup banyak sampah yang berserakan, baik sampah plastik maupun sampah kayu
Persiapan Pulang
Tepat sebelum kami meninggalkan pulau sangiang, teman-teman terlebih dahulu mengunjungi Taman Baca di dekat balai desa. Di tempat ini kami melakukan penyerahan kenang-kenangan berupa bantuan buku, tanaman serta alat-alat lainnya. Dari momen ini juga kami mengetahui bahwa ternyata salah satu alasan mengapa di Pulau ini belum dapat berkembang baik, adalah karena tanah sangiang masih berada didalam sengketa kepemilikan antara pemerintah dari swasta.
Tak jauh dari pulau sangiang, kami pun melakukan snorkeling terakhir sebelum pulang. Agak berbeda dengan spot sebelumnya, pada spot ini jumlah karangnya lebih banyak dan lebih dekat dengan permukaan. Namun saya melihat bahwa air lautnya agak memantulkan cahaya seperti ada minyak. Alhasil setelah snorkeling badan saya dan teman-teman terasa gatal. Entah karena bulu babi atau sebab lainnya. Hingga artikel ini ditulis, 2 hari setelahnya, saya masih agak gatal-gatal perih.
Karena kapal yang kami tumpangi memiliki bilik kamar, sehingga kami dapat berganti baju di bilik tersebut setelah snorkeling. Beberapa diantara kami ada juga yang mandi di pelabuhan ketika sampai 40 menit kemudian. Saya sendiri lebih memilih mandi dirumah, sehingga waktu menunggu saya habiskan untuk makan mie goreng di warung milik warga, itu sekitar jam 1 siang. Dan kami pun berpisah di pelabuhan dan saling pamitan untuk kembali ke rumah masing-masing.
Saya bersama tim yang berangkat dari subud melanjutkan perjalanan dan makan sebentar di warung ikan bakar di anyer. Kami baru tiba di Wisma Subud Fatmawati sekitar jam 5 sore dan sampai di bekasi kembali pukul 7 malam. Sungguh pengalaman yang menyenangkan. Selain murah dan terjangkau juga.
0 comment