Hati

00.51

Ibarat pelampung yang tak mengapung di air, entah apa jadinya bila Hati ini tak berfungsi sebagaimana mestinya. Mungkin benar bila yang hidup belum tentu punya Hati. Sama seperti bila yang hidup belum tentu berakal. Dan disini aku menulis. Sekali lagi menulis di sisa-sisa dua ribu tujuh belas. Aku ingin bercerita soal Hati. Komponen dalam diri manusia yang kaitannya seperti ruh, akal, jiwa (?) Aku tidak berbicara soal organ hati. Pahami bahwa itu berbeda. Sudahlah, kamu tidak akan mengerti. Tutup saja browsermu.

Kepada Hati yang tengah bersedih. Ketahuilah bahwa engkau sungguh baik. Sesekali engkau melembutkan hati. Menandai jiwa yang sensitif. Menggambarkan rasa peka. Namun pahamilah wahai Hati. Kesedihanmu tidak akan menyelesaikan masalah.

Sekali lagi aku jadi berpikir. Mengapa Hati bisa bersedih? Apa yang membuatnya bersedih? Dimana  bagian dari Hati yang sedih? Kapan kamu mulai bersedih? Disamping pertanyaan-pertanyaan itu, aku justru lebih penasaran, seperti apa wujud Hati. Seperti apa komponen dalam diri yang mampu mengendalikan perasaan sebegitu kuatnya, mempengaruhi akal bahkan hingga menipunya. Dan aku kembali bertanya, 

"Hati, apakah kamu baik-baik saja?"


Ketika aku tak sanggup lagi memahami, bilamana Hati sebenarnya adalah bagian dari akal. Bila Hati sebenarnya hanyalah bagian dari insting yang dirangsang oleh otak. Bila Hati sebenarnya adalah pemahaman kita atas kebahagiaan dan kesedihan dari apa yang ingin dicapai. Lalu jiwa yang mati meninggalkan tubuh dan takkan mampu membawa Hati yang ikut mati oleh rangsangan otak yang membusuk bersama tubuh. Seharusnya takkan ada jiwa gentayangan yang bersedih.

"Hati, benarkah kamu bersedih?"

Bukan kali pertama kamu bersedih. Tapi kali ini, kesedihanmu menggangguku. Merusak aktivitasku. Menurunkan produktivitasku. Tolonglah Hati, jangan kamu menipu akal. Kecerdasan logika berpikir yang disusun oleh akal, kamu bantah oleh bukti-bukti yang tak berdasar. Hati, lagi-lagi kamu bermain curang.

"Hati, ada berapa wajahmu?"

Kali ini kamu menunjukkan wajah sedihmu. Wajah yang tak ingin kulihat, tiada yang ingin melihatmu bersedih. Tapi esok, kamu tunjukkan wajah marahmu. Lusa, engkau tunjukkan wajah takutmu. Dulu, engkau selalu tunjukkan wajah senangmu. Lalu apa lagi? Jangan sampai aku melihat wajah jijikmu.

Dan kepada Hati, aku berpesan. Singkat. Tapi bukan SMS. Ketahuilah, kamu sudah dewasa. Sebaiknya kamu tidak egois. Aku tahu ada Hati lain diluar sana yang menyakitimu. Tapi tenang, ada Akal disampingmu, temani dia. Ajak bicara. Ceritakan keluh kesahmu pada Akal. Kalian itu tim, sudah sepatutnya kalian bekerjasama. Aku tidak bisa memberi jabatan pemimpin pada salah satu diantara kalian. Kalianlah pemimpinnya.



You Might Also Like

0 comment