Review Fujifilm XT-10 Daily Use (Bahasa Indonesia)
16.27
Oke, Akhirnya ya saya menulis ini. Wkwk telat banget. Awalnya agak ragu sih apakah masih perlu saya menulis review ini, soalnya ditahun 2018 ini, Fujifilm XT-10 sudah tergantikan kehadirannya dengan adiknya yakni XT-20. Namun meski begitu, masih banyak juga sih orang-orang yang nyari kamera XT-10 ini di pasaran. Harganya pun masih terbilang tinggi untuk bekasnya. Bahkan diantaranya masih lebih mahal daripada beberapa merk yang menawarkan tipe kamera baru. Yauda langsung aja ya kita bahas disini kesan-kesan saya selama menggunakan fujifilm XT-10 selama beberapa tahun belakangan.
Sebelum ke reviewnya, kita perlu lihat dulu spesifikasinya, biar tau seperti apa kemampuan secara teknis yang dimiliki oleh kamera ini. Langsung aja kita cek ya speknya dibawah ini;
Setelah melihat spesifikasi diatas, kita bisa lihat penampakan XT-10 ini seperti apa. Buat temen-temen yang pernah lihat mungkin ngga asing ya. Terutama kalau yang main instagram, di explore page biasanya akun fujifilm Indonesia sering nongol untuk pamer produk di instagram.
Autofokus
Pertimbangan autofokus pada sebuah kamera menurut saya adalah hal yang sangat penting. Terlebih jika kamu masih pemula, kamu akan sangat malas menggunakan lensa dengan fokus manual. Kedua, juga lensa yang ditawarkan di kamera-kamera mirorless, umumnya menggunakan focus by wire. Apa itu? yakni ketika kamu memutar fokus ring, maka perubahan fokus yang terjadi akan di proses secara digital, alias bukan lensanya yang bergerak akibat gir yang diputar. Dan itu, nggak enak! Feelnya beda sama lensa manual. Maka dari itu, pentingnya mengetahui kemampuan autofokus dari kamera yang kamu pilih.
Di XT-10 sendiri sudah menggunakan Phase Detection Autofocus. Yang mana, cukup bagus. Di kamera yang lebih pemula atau murah, biasanya masih menggunakan Contrast Detection Autofocus. Jadi kalau mau di rangking, Contrast AF < Phase Detection AF < Dual Pixel AF. Setahu saya begitu. Jadi makin bagus, akan makin cepet nyari fokusnya, serta semakin akurat. Nah di XT-10 ini, lumayan oke. Tapi. ada tapinya. Kalau di kondisi gelap, kamu akan cukup sulit. Bener deh.
Ngga usah gelap deh, dalam ruangan, yang agak remang, seperti di acara nikahan indoor. Saya beberapa kali miss-focus untuk memotret teman saya yang jaraknya 2-3 meter di depan saya. Jadi si kamera bilang udah focus, alias tandanya sudah kotak hijau, tapi pas dicek di gallery, ternyata nggak fokus. kan kampret yhaa. Tapi itu kadang-kadang, di kondisi agak kurang cahaya. Jadi kamu mesti double check deh kalau motret di kondisi gelap. Kalau di kondisi banyak cahaya sih udah oke banget.
LCD
Layar yang digunakan pada XT-10 berjenis LCD 3" dengan 920k dots. Layar jenis ini bisa dibilang standar ya untuk kamera sejenis ini. Dari segi warna maupun kecerahan sih saya tidak ada komplain. Hanya saja untuk digunakan pada ruang outdoor atau dibawah terik matahari, saya selalu menggunakan brightness +5 atau mentok agar dapat melihat gambar yang ditangkap.
Untuk fitur tilt yang ada pada kamera ini juga sangat membantu saya dalam mengambil gambar pada posisi high angle hingga low angle. Serius sangat membantu sekali. Alternatif lain mungkin bisa pakai camera remote jika tidak ada tilt screen, tapi akan sangat ribet untuk mengatur koneksinya dulu. Dengan adanya tilt screen ini, pekerjaan memotret saya jadi sangat terbantu.
EVF
Untuk fitur yang satu ini, jujur saya agak jarang pakai. Kenapa? karena saya pakai kacamata. Dan itu ngga convenient, ngga nyaman buat orang yang pakai kacamata. Ya kalau mata kamu normal sih pasti enak-enak aja. Buat saya pribadi, penggunaan LCD udah lebih dari cukup, terutama mengkompose frame. EVF ini lebih berguna ketika ruangannya sempit atau berada di kondisi terik matahari sehingga sulit melihat LCD.
Build Quality
Secara build quality, XT-10 ini sih standar-standar aja yah. Ngga se-tough kakaknya XT-1 ataupun XT-2. Tapi juga ngga lemah alias berasa plastik. Penggunaan bahan magnesium di berbagai sisi bodynya juga bikin dia terasa solid kok. Cuma ya karena dia modelnya punya prism ala dslr jadul, sehingga sudut-sudutnya bakalan bocel kalau ngga dijaga bener-bener. Terlebih kalau pakai warna silver, akan bocel hitam (cat dasar sepertinya hitam). Kamera ini juga belom Weather Resist, tapi saya suka nekat motret dibawah hujan rintik. So far sih, ngga kenapa-kenapa.
Handling
Secara pegangan dengan ukuran tangan manusia normal, saya merasa fujifilm XT-10 ini kecil sekali. Serius, kecil banget. Bahkan saya menambahkan L-Plate grip agar bobotnya lebih berasa. Nah kelemahan fuji XT-10 ini, gripnya cukup kecil. Sehingga ketika saya menggunakannya selama ini, saya selalu melilitkan strap leher yang saya miliki ke tangan kanan saya. Sehingga apabila terjadi slip, kamera tidak jatuh.
Seiring berjalannya waktu, karet yang ada di XT-10 juga cenderung akan melar. Pada bagian grip jemari, akan terasa ada ruang kosong antara kulit karet dengan body dalam akibat lem yang lama kelamaan memudar. Adapun pada sisi grip ibu jari, lem juga akan memudar dan menyebabkan karet grip ibu jari lepas. Tapi hal ini bisa diakali dengan menggunakan lem korea. Terbukti sampai hari ini anti-lepas.
Berat dan Ukuran
Secara berat, menurut saya 300gram yang dimiliki, belum sama lensa, itu tidak berat sama sekali. Berat badan saya 85kg, dan tinggi 175cm. Mungkin untuk orang yang lebih kecil akan terasa berat, idk. Bahkan, untuk menunjang stabilitas, saya menggunakan grip tambahan dengan L-plate yang menambah beratnya.
Untuk ukurannya, menurut saya sih fuji XT-10 ini sudah cukup kecil ya sebenarnya, namun saat saya pakai street photo, rasanya masih kurang kecil hehe. Apalagi yang saya pakai warna silver, jadi terasa kurang 'hidden'. Mungkin terasa besar lebih karena lensanya yang besar. Saya sering pakai XF35mm yang ukurannya sangat kecil, dan itu baru lebih terasa enak untuk street. Dibanding dengan XE-2? saya belum pernah coba sih, tapi saya pernah coba XM-1 yang sangat mirip XE-2. Dan itu kurang lebih sama sih. Problem ukuran adalah di lensanya yang maju kedepan.
Flash
Berbeda dengan flash yang digunakan pada XA-2 maupun XM-1, flash yang digunakan pada XT-10 cenderung fix, atau tidak dapat dimainkan posisinya. Sehingga hanya bisa menembak lurus kedepan, dan cenderung menghasilkan harsh light. Ketika menggunakan XM-1, flash dapat diarahkan ke atap untuk di bounce, sehingga menghasilkan cahaya yang lebih lembut.
Oleh karena alasan tersebut flash di XT-10 ini jarang saya pakai, bahkan ketika kondisi kurang cahaya. Namun ada cara mengakali flash yang cenderung fix seperti kamera DSLR lain, yakni menggunakan kertas atau media lain yang diletakkan didepan flash untuk mengurangi intensitas flash.
Tombol dan Dial
Buat sebagian orang, tombol dial ini hanya terlihat sebagai gimmick marketing agar tampilan fujifilm terkesan retro klasik ala kamera manual. Tetapi.. itu tidak sepenuhnya salah, dan tidak sepenuhnya benar hehe. Di Fujifilm XT-10, bahkan di XT-20, terdapat 3 buah Dial Utama di sisi atas kamera.
Nah dari ketiga dial tersebut, faktanya yang paling penting dan sering dipakai adalah dial Exposure serta dial Shutter Speed. Pada dial Mode, bisa dibilang untuk orang seperti saya yang motret arsitektur, tidak banyak digunakan. Jika kamu motret model, mungkin akan sering digunakan, terlebih untuk multiple foto. Jika seperti saya, menggunakan model Aperture Priority pun, yang paling berguna adalah dial Exposure. Beberapa kamera jenis lain pun juga turut menyediakan dial itu, namun beberapa tidak menuliskan angka +3 hingga -3 agar kegunaannya bisa di kustomisasi.
Kualitas Gambar
Overall, secara kualitas gambar bisa dikatakan cukup mumpuni. Ukuran sensor APS-C 16MP sangat lebih dari cukup untuk foto instagram. Ketika saya gunakan di komputer, memang saat zoom (pixel peeping), kadang ada yang kurang oke, apalagi saat ISO tinggi. Tapi saat di zoom out, hasilnya masih tetep oke. Permasalahannya, siapa yang mau ngezoom sampe detail banget kalau di instagram? kalau buat kerjaan/job, mungkin iya.
Berikut ini hasil foto yang saya ambil menggunakan fujifilm XT-10 dengan lensa yang berbeda-beda. Secara lengkap bisa kalian lihat di instagram saya.
Please di note, kalau fotonya jelek bukan salah kameranya. Mungkin saya yang kurang bagus dalam mengambil gambarnya. Soalnya banyak yang pakai XT-10 dan hasilnya jauh lebih bagus. Gambar diatas hanya contoh foto yang pernah saya ambil, kurang lebih quality hasil XT-10 dengan ketiga lensa tersebut seperti itu. Masih banyak lagi sih foto-fotonya, tapi capek ah saya masukin satu-satu hehe.
Kesimpulan
XT-10 dengan kemampuan yang ada dapat dibilang sudah mencukupi kebutuhan saya sebagai user yang menggunakannya sehari-hari untuk kebutuhan instagram semata. Meskipun saya suka menjual foto saya di internet, namun karena mayoritas hanya untuk instagram, menurut saya XT-10 memang sangat cocok, bahkan sedikit overkill atau berlebihan. Karena sebenarnya, kalau kita sudah paham bagaimana menggunakan kamera dengan betul, kamera jenis apapun yang sebenarnya lebih murah sudah cukup sekali untuk instagram.
Ketika saya menggunakannya untuk kerja profesional pada fotografi arsitektur, yang saya rasakan adalah kurangnya lensa yang bisa saya gunakan. Fujifilm tidak memiliki banyak pilihan lensa untuk jenis lensa arsitektur atau lensa tilt shift. Jika kamu juga menyukai genre ini, kamu akan lebih suka dengan nikon atau canon yang punya jenis lensa lebih banyak.
Yang saya sukai dari kamera ini adalah warna classic chrome yang dimilikinya karena membuat saya tidak perlu banyak melakukan editing. Yang kurang saya sukai adalah aksesoris untuk fuji yang masih minim, tidak seperti sony. Serta fokusnya yang masih kalah cepat dibanding beberapa merk sebelah. Namun untuk pengguna instagram, autofokusnya sudah cukup, kecuali jika untuk sport.
Siapa yang cocok membeli XT-10?
Menurut saya ya, XT-10 di tahun 2018 ini memang sudah agak usang ya, karena kamera sejenis dengan harga yang kurang lebih sama sudah menggunakan sensor 24mp. Jika kamu hanya menggunakan kamera sebagai hobi, untuk foto-foto santai, foto keluarga, teman, untuk instagram dan tidak terlalu ribet dengan editing, saya rasa kamera ini tepat untukmu.
Fitur classic chrome yang dimiliki lebih dari cukup untuk gaya instagram kekinian. Layarnya yang dapat diflip, serta fokusnya yang sudah phase detection membuatnya lebih cepat dibanding kamera dengan tipe XA. Jika kamu ada pilihan antara XT-10 atau XA-2, tentu ambil XT-10. Namun jika punya budget lebih untuk XE-3, XT-20, maka lebih baik tidak ambil XT-10.
Semoga review ini bisa berguna bagi temen-temen yang sedang mencari kamera fuji baik itu XT-10 atau sekedar membandingkan merk atau tipe lain dengan fujifilm XT-10. Jangan lupa di share dan komen yaa.
Sebelum ke reviewnya, kita perlu lihat dulu spesifikasinya, biar tau seperti apa kemampuan secara teknis yang dimiliki oleh kamera ini. Langsung aja kita cek ya speknya dibawah ini;
Release Date | June 2015 |
Model Name | XT-10 |
Image Sensor | 16.3 MP X-Trans CMOSS II |
Sensor Size | 23.6 x 15.8mm |
Lens Mount | X-Mount |
Sensitivity | ISO 200-6400 |
Image Stabilizer | No, Only on OIS Lens |
Shutter Speed | 30-1/4000, electronic shutter 1/32000 |
Continuous Shooting | 8 fps |
Focus | 77-point phase detection, 49-area contrast AF |
Flash | Yes |
Hotshoe | Yes |
Viewfinder | EVF 0.4 inch/ 2.4 million dots |
LCD monitor | 3 inch, tilt, 920k dots |
Movie Recording | 1080/60p |
Wifi | Yes |
Battery | 1120 mAh |
Dimensions | 118.4x82.8x40.8 mm |
Weight | 381g |
Setelah melihat spesifikasi diatas, kita bisa lihat penampakan XT-10 ini seperti apa. Buat temen-temen yang pernah lihat mungkin ngga asing ya. Terutama kalau yang main instagram, di explore page biasanya akun fujifilm Indonesia sering nongol untuk pamer produk di instagram.
Autofokus
Pertimbangan autofokus pada sebuah kamera menurut saya adalah hal yang sangat penting. Terlebih jika kamu masih pemula, kamu akan sangat malas menggunakan lensa dengan fokus manual. Kedua, juga lensa yang ditawarkan di kamera-kamera mirorless, umumnya menggunakan focus by wire. Apa itu? yakni ketika kamu memutar fokus ring, maka perubahan fokus yang terjadi akan di proses secara digital, alias bukan lensanya yang bergerak akibat gir yang diputar. Dan itu, nggak enak! Feelnya beda sama lensa manual. Maka dari itu, pentingnya mengetahui kemampuan autofokus dari kamera yang kamu pilih.
Di XT-10 sendiri sudah menggunakan Phase Detection Autofocus. Yang mana, cukup bagus. Di kamera yang lebih pemula atau murah, biasanya masih menggunakan Contrast Detection Autofocus. Jadi kalau mau di rangking, Contrast AF < Phase Detection AF < Dual Pixel AF. Setahu saya begitu. Jadi makin bagus, akan makin cepet nyari fokusnya, serta semakin akurat. Nah di XT-10 ini, lumayan oke. Tapi. ada tapinya. Kalau di kondisi gelap, kamu akan cukup sulit. Bener deh.
Ngga usah gelap deh, dalam ruangan, yang agak remang, seperti di acara nikahan indoor. Saya beberapa kali miss-focus untuk memotret teman saya yang jaraknya 2-3 meter di depan saya. Jadi si kamera bilang udah focus, alias tandanya sudah kotak hijau, tapi pas dicek di gallery, ternyata nggak fokus. kan kampret yhaa. Tapi itu kadang-kadang, di kondisi agak kurang cahaya. Jadi kamu mesti double check deh kalau motret di kondisi gelap. Kalau di kondisi banyak cahaya sih udah oke banget.
LCD
Layar yang digunakan pada XT-10 berjenis LCD 3" dengan 920k dots. Layar jenis ini bisa dibilang standar ya untuk kamera sejenis ini. Dari segi warna maupun kecerahan sih saya tidak ada komplain. Hanya saja untuk digunakan pada ruang outdoor atau dibawah terik matahari, saya selalu menggunakan brightness +5 atau mentok agar dapat melihat gambar yang ditangkap.
Untuk fitur tilt yang ada pada kamera ini juga sangat membantu saya dalam mengambil gambar pada posisi high angle hingga low angle. Serius sangat membantu sekali. Alternatif lain mungkin bisa pakai camera remote jika tidak ada tilt screen, tapi akan sangat ribet untuk mengatur koneksinya dulu. Dengan adanya tilt screen ini, pekerjaan memotret saya jadi sangat terbantu.
EVF
Untuk fitur yang satu ini, jujur saya agak jarang pakai. Kenapa? karena saya pakai kacamata. Dan itu ngga convenient, ngga nyaman buat orang yang pakai kacamata. Ya kalau mata kamu normal sih pasti enak-enak aja. Buat saya pribadi, penggunaan LCD udah lebih dari cukup, terutama mengkompose frame. EVF ini lebih berguna ketika ruangannya sempit atau berada di kondisi terik matahari sehingga sulit melihat LCD.
Build Quality
Secara build quality, XT-10 ini sih standar-standar aja yah. Ngga se-tough kakaknya XT-1 ataupun XT-2. Tapi juga ngga lemah alias berasa plastik. Penggunaan bahan magnesium di berbagai sisi bodynya juga bikin dia terasa solid kok. Cuma ya karena dia modelnya punya prism ala dslr jadul, sehingga sudut-sudutnya bakalan bocel kalau ngga dijaga bener-bener. Terlebih kalau pakai warna silver, akan bocel hitam (cat dasar sepertinya hitam). Kamera ini juga belom Weather Resist, tapi saya suka nekat motret dibawah hujan rintik. So far sih, ngga kenapa-kenapa.
Handling
Secara pegangan dengan ukuran tangan manusia normal, saya merasa fujifilm XT-10 ini kecil sekali. Serius, kecil banget. Bahkan saya menambahkan L-Plate grip agar bobotnya lebih berasa. Nah kelemahan fuji XT-10 ini, gripnya cukup kecil. Sehingga ketika saya menggunakannya selama ini, saya selalu melilitkan strap leher yang saya miliki ke tangan kanan saya. Sehingga apabila terjadi slip, kamera tidak jatuh.
Seiring berjalannya waktu, karet yang ada di XT-10 juga cenderung akan melar. Pada bagian grip jemari, akan terasa ada ruang kosong antara kulit karet dengan body dalam akibat lem yang lama kelamaan memudar. Adapun pada sisi grip ibu jari, lem juga akan memudar dan menyebabkan karet grip ibu jari lepas. Tapi hal ini bisa diakali dengan menggunakan lem korea. Terbukti sampai hari ini anti-lepas.
Berat dan Ukuran
Secara berat, menurut saya 300gram yang dimiliki, belum sama lensa, itu tidak berat sama sekali. Berat badan saya 85kg, dan tinggi 175cm. Mungkin untuk orang yang lebih kecil akan terasa berat, idk. Bahkan, untuk menunjang stabilitas, saya menggunakan grip tambahan dengan L-plate yang menambah beratnya.
Untuk ukurannya, menurut saya sih fuji XT-10 ini sudah cukup kecil ya sebenarnya, namun saat saya pakai street photo, rasanya masih kurang kecil hehe. Apalagi yang saya pakai warna silver, jadi terasa kurang 'hidden'. Mungkin terasa besar lebih karena lensanya yang besar. Saya sering pakai XF35mm yang ukurannya sangat kecil, dan itu baru lebih terasa enak untuk street. Dibanding dengan XE-2? saya belum pernah coba sih, tapi saya pernah coba XM-1 yang sangat mirip XE-2. Dan itu kurang lebih sama sih. Problem ukuran adalah di lensanya yang maju kedepan.
Flash
Berbeda dengan flash yang digunakan pada XA-2 maupun XM-1, flash yang digunakan pada XT-10 cenderung fix, atau tidak dapat dimainkan posisinya. Sehingga hanya bisa menembak lurus kedepan, dan cenderung menghasilkan harsh light. Ketika menggunakan XM-1, flash dapat diarahkan ke atap untuk di bounce, sehingga menghasilkan cahaya yang lebih lembut.
Oleh karena alasan tersebut flash di XT-10 ini jarang saya pakai, bahkan ketika kondisi kurang cahaya. Namun ada cara mengakali flash yang cenderung fix seperti kamera DSLR lain, yakni menggunakan kertas atau media lain yang diletakkan didepan flash untuk mengurangi intensitas flash.
Tombol dan Dial
Buat sebagian orang, tombol dial ini hanya terlihat sebagai gimmick marketing agar tampilan fujifilm terkesan retro klasik ala kamera manual. Tetapi.. itu tidak sepenuhnya salah, dan tidak sepenuhnya benar hehe. Di Fujifilm XT-10, bahkan di XT-20, terdapat 3 buah Dial Utama di sisi atas kamera.
Nah dari ketiga dial tersebut, faktanya yang paling penting dan sering dipakai adalah dial Exposure serta dial Shutter Speed. Pada dial Mode, bisa dibilang untuk orang seperti saya yang motret arsitektur, tidak banyak digunakan. Jika kamu motret model, mungkin akan sering digunakan, terlebih untuk multiple foto. Jika seperti saya, menggunakan model Aperture Priority pun, yang paling berguna adalah dial Exposure. Beberapa kamera jenis lain pun juga turut menyediakan dial itu, namun beberapa tidak menuliskan angka +3 hingga -3 agar kegunaannya bisa di kustomisasi.
Kualitas Gambar
Overall, secara kualitas gambar bisa dikatakan cukup mumpuni. Ukuran sensor APS-C 16MP sangat lebih dari cukup untuk foto instagram. Ketika saya gunakan di komputer, memang saat zoom (pixel peeping), kadang ada yang kurang oke, apalagi saat ISO tinggi. Tapi saat di zoom out, hasilnya masih tetep oke. Permasalahannya, siapa yang mau ngezoom sampe detail banget kalau di instagram? kalau buat kerjaan/job, mungkin iya.
Berikut ini hasil foto yang saya ambil menggunakan fujifilm XT-10 dengan lensa yang berbeda-beda. Secara lengkap bisa kalian lihat di instagram saya.
XT-10 with XF18-55mm L M OIS |
XT-10 with XF35mm F2 R WR |
XT-10 with XC50-230mm F4.5-6.7 |
Kesimpulan
XT-10 dengan kemampuan yang ada dapat dibilang sudah mencukupi kebutuhan saya sebagai user yang menggunakannya sehari-hari untuk kebutuhan instagram semata. Meskipun saya suka menjual foto saya di internet, namun karena mayoritas hanya untuk instagram, menurut saya XT-10 memang sangat cocok, bahkan sedikit overkill atau berlebihan. Karena sebenarnya, kalau kita sudah paham bagaimana menggunakan kamera dengan betul, kamera jenis apapun yang sebenarnya lebih murah sudah cukup sekali untuk instagram.
Ketika saya menggunakannya untuk kerja profesional pada fotografi arsitektur, yang saya rasakan adalah kurangnya lensa yang bisa saya gunakan. Fujifilm tidak memiliki banyak pilihan lensa untuk jenis lensa arsitektur atau lensa tilt shift. Jika kamu juga menyukai genre ini, kamu akan lebih suka dengan nikon atau canon yang punya jenis lensa lebih banyak.
Yang saya sukai dari kamera ini adalah warna classic chrome yang dimilikinya karena membuat saya tidak perlu banyak melakukan editing. Yang kurang saya sukai adalah aksesoris untuk fuji yang masih minim, tidak seperti sony. Serta fokusnya yang masih kalah cepat dibanding beberapa merk sebelah. Namun untuk pengguna instagram, autofokusnya sudah cukup, kecuali jika untuk sport.
Siapa yang cocok membeli XT-10?
Menurut saya ya, XT-10 di tahun 2018 ini memang sudah agak usang ya, karena kamera sejenis dengan harga yang kurang lebih sama sudah menggunakan sensor 24mp. Jika kamu hanya menggunakan kamera sebagai hobi, untuk foto-foto santai, foto keluarga, teman, untuk instagram dan tidak terlalu ribet dengan editing, saya rasa kamera ini tepat untukmu.
Fitur classic chrome yang dimiliki lebih dari cukup untuk gaya instagram kekinian. Layarnya yang dapat diflip, serta fokusnya yang sudah phase detection membuatnya lebih cepat dibanding kamera dengan tipe XA. Jika kamu ada pilihan antara XT-10 atau XA-2, tentu ambil XT-10. Namun jika punya budget lebih untuk XE-3, XT-20, maka lebih baik tidak ambil XT-10.
Semoga review ini bisa berguna bagi temen-temen yang sedang mencari kamera fuji baik itu XT-10 atau sekedar membandingkan merk atau tipe lain dengan fujifilm XT-10. Jangan lupa di share dan komen yaa.
0 comment