Review Tern Link D16
23.08
Halo! Dari Januari 2019, sekarang sudah maret 2020, yang artinya sudah setahun lebih saya menggunakan sepeda lipat Tern Link D16. Sobat gowes mungkin sudah banyak banget yang beralih dari tren Fixie ke Sepeda Lipat. Dulu saya juga sempat pakai fixie, tapi karena ngga nyaman, akhirnya vakum sekian lama hingga sekarang ketemu dengan yang namanya sepeda lipat. Awal mulanya ketika itu ada acara fun bike dari kantor.
Acaranya kalau ngga salah sekitar Oktober atau November 2018. Kebetulan dirumah ada 2 sepeda. 1 buah sepeda fixie dan 1 buah sepeda MTB. Kalau Fixie itu adalah hasil rakitan sendiri yang ternyata nggak kepake juga, dan MTB yang adalah hadiah doorprize. Keduanya sangat jarang saya pakai. Hingga tibalah acara FunBike. Kebetulan startnya dari Kantor di Cawang. Jarak dari rumah ke Kantor sekitar 16km. Karena mobil saya tidak dilengkapi dengan aksesoris pengangkut sepeda, dan juga saya tidak mungkin memasukkan MTB ke dalam mobil, akhirnya saya gowes itu sepeda sampai ke kantor.
Apa saya sanggup? ternyata saya cukup kuat. Gowes di pagi buta, masih sampai tepat waktu untuk acara FunBike yang start di jam 6.30 WIB. Tapi.. ada tapinya. Selesai acara, saya capek banget. BANGET. Hingga untuk balik ke bekasi, saya perlu bantuan teman mengangkut sepeda saya hingga sampai depan rumah. Waktu itu saya heran sekali
"kok bisa ya, sepeda yang kecil-kecil mendahului saya?" padahal,
diameter bannya jauh lebih besar punya saya. Dan mereka nampak sangat mudah menggowesnya, tidak nampak kewalahan. Ternyata, usut punya usut, memang sepeda lipat selain bentuknya yang kecil, seringkali dilengkapi dengan bentuk ban yang lebih tipis dari MTB, sehingga membuatnya lebih enak di gowes. Disitulah saya mulai tertarik untuk membeli sepeda Lipat.
Tern Link D16
Sejujurnya saat saya membeli sepeda ini, "i have no idea", dunia sepeda lipat itu seperti apa. Waktu itu, pilihan sepeda lipat yang saya tahu hanya, Tern, Polygon Urbano atau Dahon. udah. Harganya pun bisa dibilang relatif bersaing. Kalau mau murah, bisa ambil Polygon dengan kisaran harga waktu itu di angka 4 jutaan, atau ambil Tern yang sedikit lebih mahal sekitar 8 jutaan, setara dengan Dahon. Tapi melihat bentuknya, saya lebih tertarik dengan Tern yang menawarkan warna yang sangat eye-catchy. Salah satu pertimbangan saya, karena merasa 'bosan' dengan warna gelap/ hitam pada sepeda kebanyakan.
Saya beli sepeda ini di Rodalink Depok. Jauh emang dari rumah, tapi waktu itu memang adanya disana untuk warna Green Stabilo yang katanya limited. Secara spesifikasi, temen-temen bisa google sendiri. Disini akan langsung saya review user experiencenya seperti apa.
Kelebihan
Salah satu kelebihan yang paling saya rasakan menggunakan sepeda ini adalah, digowes enak. Dibandingkan dengan MTB yang saya miliki, sepeda ini jauh lebih enak dan ngacir. Saya belum tahu ya kalau sepeda lipat lain rasanya seperti apa. Dengan spesifikasi bawaan, saya merasa sepeda ini enteng banget digowesnya. Mungkin karena sudah menggunakan ban Schwalbe Kojak, yang texture bannya botak sehingga meminimalisir gesekan ke aspal.
Kelebihan kedua menurut saya adalah framenya yang rigid. Saya sering membaca review-review di internet tentang sepeda lain yang mengeluhkan frame goyang dsb. Namun saya tidak temukan di sepeda ini. Sangat kokoh.
Kelebihan ketiga adalah pilihan gir yang banyak hingga 16 speed. Terdiri dari 8 speed bagian belakang dan 2 speed bagian depan. Sangat memudahkan pengguna awam seperti saya untuk melibas medan menanjak maupun datar. Saya juga tidak takut ketinggalan karena bisa memilih gir ngebut ataupun gir santai. Dengan ban ukuran 20 inch pun juga terasa enak karena tidak harus ngegowes kewalahan untuk pemula
Kekurangan
Disamping kelebihan yang sudah saya utarakan, kekurangan pada sepeda ini mungkin akan sedikit bias, karena saya sudah setahun lebih dan mulai mengenal jenis-jenis sepeda lipat lain. Kekurangan pertama adalah berat sepeda. Dengan berat 12kg, menurut saya sepeda ini sangat berat. Nggak tahu ya buat temen-temen apakah 12kg tergolong enteng atau tidak. Tapi untuk saya memindahkan dari Gudang ke Mobil saja, saya sudah kewalahan.
Lipatan yang masih besar menjadi kekurangan kedua. Sepeda dengan jenis 2 lipatan menurut saya masih kurang ringkas. Contoh sepeda 3 lipatan ada seperti brompton, tapi harganya mahal, bisa 4x sepeda ini. Kalau pilih Pikes atau 3Sixty, rasanya terlalu meniru brompton, jadi galau sendiri hehe.
Suara Hub belum jangkrik, BB belum Hollowtech dan Rem belum diskbrake. Ini mungkin pertimbangan yang bias. Karena memang umumnya sepeda keluaran tahun 2019, banyak yang belum pakai spek yang saya sebutkan tadi. Kalau sekarang, sudah mulai banyak yang pakai diskbrake.
Jadi kesimpulannya, apakah sepeda ini worth it? tergantung dari selera dan kebutuhan masing-masing. Karena saya sudah lebih paham sepeda sekarang, tentu dengan harga 8 juta, mungkin bisa saya maksimalkan kebutuhan saya dengan merakit sendiri ketimbang beli sepeda ini. Nanti akan coba saya tulis bagaimana pertimbangan dalam membeli sepeda lipat.
0 comment